Elektronik

Sertifikat Elektronik Jamin Kepastian Hukum dan Perlindungan Aset

Sertifikat Elektronik Jamin Kepastian Hukum dan Perlindungan Aset
Sertifikat Elektronik Jamin Kepastian Hukum dan Perlindungan Aset

JAKARTA - Transformasi digital kini memasuki ranah pertanahan. Sertifikat tanah yang selama puluhan tahun berbentuk fisik kertas kini beralih ke versi elektronik. 

Langkah ini bukan sekadar mengikuti tren teknologi, melainkan jawaban atas keresahan masyarakat yang kerap kehilangan dokumen berharga akibat bencana seperti banjir atau kebakaran.

Kepala Dirhumas Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Horison, menegaskan bahwa kehadiran sertifikat elektronik merupakan bentuk inovasi pemerintah untuk memberikan rasa aman sekaligus kepastian hukum. 

Menurutnya, Indonesia sebagai negara yang berada di jalur ring of fire selalu menghadapi risiko bencana alam. Dalam kondisi ini, dokumen fisik sering kali menjadi korban pertama.

“Indonesia ini berada di ring of fire. Potensi bencana alam, kebakaran, atau banjir selalu ada. Sertifikat elektronik memastikan data tanah tetap aman meski dokumen fisiknya rusak,” jelas Horison dalam tayangan Bingkai Tanahan.

Dari Sistem Manual ke Digital Terintegrasi

Selama ini pencatatan kepemilikan tanah dilakukan secara manual dan bergantung pada buku serta kertas. Pola tersebut rentan menimbulkan kerugian, baik karena kerusakan dokumen maupun karena penyalahgunaan pihak tak bertanggung jawab. 

Sertifikat elektronik hadir untuk mengubah mekanisme tersebut dengan sistem digital yang terhubung langsung ke server pusat.

Setiap sertifikat kini memiliki barcode khusus yang menjamin autentikasi. Dengan demikian, bukti kepemilikan tanah tidak lagi bertumpu pada selembar kertas, melainkan pada data digital yang terjamin keamanannya.

“Kalau hanya mengandalkan fisik, risiko kehilangan sangat besar. Dengan elektronik, datanya tersimpan di sistem. Itu yang membuat lebih aman,” tambah Horison.

Manfaat Lebih dari Sekadar Perlindungan

Keunggulan sertifikat elektronik tidak hanya sebatas aman dari risiko bencana. Perubahan ini juga membawa kemudahan dalam pelayanan publik. 

Proses administrasi dengan notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), maupun lembaga keuangan kini bisa dilakukan secara digital. Hasilnya, pelayanan menjadi lebih cepat, transparan, dan akuntabel.

Meski begitu, pemerintah tetap menyediakan opsi bagi masyarakat yang masih ingin memiliki dokumen fisik berupa selembar sertifikat. Namun, substansi kepemilikan tetap melekat pada data digital yang tersimpan di sistem nasional.

Bagi sebagian masyarakat, transisi ke sertifikat elektronik mungkin terasa janggal. Puluhan tahun lamanya, sertifikat fisik dianggap sebagai satu-satunya bukti sah kepemilikan tanah. Horison menegaskan bahwa perubahan ini adalah keniscayaan di era modern.

“Kalau kita ingin layanan yang lebih pasti, sistemnya juga harus pasti. Sertifikat elektronik adalah wujud modernisasi pertanahan,” ujarnya.

Target Nasional dan Upaya Percepatan

Pemerintah menargetkan penerbitan lebih dari lima juta sertifikat elektronik di seluruh Indonesia. Hingga kini, Jawa Barat mencatat sekitar 900 ribu sertifikat digital yang sudah diterbitkan. Meski angka tersebut tergolong tinggi, masih dibutuhkan percepatan agar target nasional dapat tercapai.

Langkah ini diharapkan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan semakin banyak warga yang beralih, manfaat perlindungan hukum dan keamanan data dapat dirasakan lebih luas.

Solusi bagi Sengketa dan Mafia Tanah

Selain bencana, kerugian lain yang sering dialami masyarakat adalah sengketa kepemilikan tanah. Praktik mafia tanah yang memanfaatkan kelemahan dokumen fisik menimbulkan banyak kasus ganda dan pemalsuan. Sertifikat elektronik hadir untuk menutup celah tersebut.

Dengan basis data digital, seluruh dokumen tercatat secara rapi dan sulit dimanipulasi. Hal ini menjadi cara efektif untuk memutus praktik curang yang merugikan masyarakat sekaligus mengurangi beban perkara di pengadilan.

“Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya susah karena sertifikat rusak atau dimainkan mafia tanah. Sertifikat elektronik ini hadir sebagai bentuk perlindungan,” tegas Horison.

Bentuk Kehadiran Negara

Kebijakan sertifikat elektronik menunjukkan komitmen negara dalam melindungi hak rakyat. Pemerintah ingin memastikan bahwa kepemilikan tanah tetap terjaga meski menghadapi bencana maupun ancaman pihak yang mencoba menyalahgunakan dokumen.

Bencana alam seperti banjir atau kebakaran bukan lagi alasan untuk kehilangan bukti kepemilikan. Data yang tersimpan secara elektronik tetap utuh dan dapat diakses kapan saja. Perlindungan ini juga bersifat jangka panjang, memberi rasa tenang bagi generasi berikutnya.

Imbauan untuk Masyarakat

Masyarakat diimbau segera melakukan konversi dari sertifikat fisik ke elektronik. Dengan begitu, mereka akan lebih siap menghadapi berbagai risiko di masa mendatang. Selain itu, layanan digital juga akan memudahkan interaksi dengan berbagai pihak terkait tanah dan properti.

“Dengan elektronik, masyarakat tidak hanya mendapatkan keamanan data, tetapi juga kepastian hukum yang lebih kuat. Ini adalah bagian dari transformasi menuju pelayanan publik yang modern,” tutup Horison.

Di era digital saat ini, data adalah aset yang sangat berharga. Sertifikat elektronik hadir bukan sekadar sebagai dokumen baru, melainkan sebagai instrumen perlindungan sekaligus jaminan masa depan. 

Dengan sistem ini, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang menyimpan bukti kepemilikan tanah, tanpa khawatir lagi dengan ancaman bencana ataupun mafia tanah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index