JAKARTA - Perkembangan ruang digital Indonesia dalam dua tahun terakhir menempatkan negara pada fase transformasi internet yang signifikan.
Lonjakan trafik, diversifikasi platform digital, dan peningkatan partisipasi publik menandai evolusi ekosistem digital nasional. Dengan pertumbuhan yang pesat ini, pengawasan ruang digital menjadi kebutuhan struktural agar ekosistem tetap aman, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Pengawasan tidak lagi hanya soal menindak konten bermasalah, tetapi juga memperkuat tata kelola platform, mekanisme kepatuhan, dan perlindungan bagi kelompok rentan, terutama anak dan remaja.
Evolusi Pengawasan Ruang Digital
Buku Data Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Ditjen Wasdigi) Komdigi periode Oktober 2024 hingga November 2025 menunjukkan perubahan penting dalam pendekatan pengawasan.
Negara tidak lagi hanya mengandalkan penindakan reaktif terhadap konten bermasalah. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menekankan bahwa risiko digital berkembang semakin kompleks dan terstruktur.
Pengawasan tidak bisa bersifat reaktif semata, tetapi harus dilakukan secara sistematis, terukur, dan melibatkan berbagai pihak. Pendekatan berbasis risiko dan proporsional ini menegaskan bahwa pengawasan bukan sekadar pelarangan, melainkan pengelolaan risiko agar ruang digital tetap aman tanpa menghambat inovasi.
Perlindungan Anak sebagai Prioritas
Salah satu langkah penting pengawasan tahun 2025 adalah implementasi Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Kebijakan ini mengatur platform digital agar menerapkan kontrol akses konten, verifikasi usia, dan fitur perlindungan. Alexander menekankan bahwa perlindungan anak harus dimulai dari perancangan sistem dan fitur platform.
Dengan PP Tunas, anak-anak dapat menggunakan ruang digital secara aman, sementara platform bertanggung jawab atas mitigasi risiko dan pengelolaan konten yang sesuai. Pendekatan ini menekankan tanggung jawab hulu, yaitu bagaimana sistem digital dirancang sehingga dapat mencegah potensi bahaya bagi pengguna muda.
Penguatan Kepatuhan Platform Digital
Selain perlindungan anak, Komdigi memperkuat penegakan kepatuhan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), khususnya platform berbasis User Generated Content (UGC).
Melalui Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN), pemerintah mendorong platform untuk menjalankan moderasi konten secara akuntabel. Sejak Oktober 2025, sanksi administratif diterapkan bagi PSE yang tidak memenuhi kewajiban.
Pengawasan juga dilakukan secara adaptif terhadap dinamika platform populer, termasuk layanan gim dan konten buatan pengguna, melalui evaluasi risiko, dialog dengan penyedia layanan, dan penyesuaian kebijakan internal.
Pendekatan ini menegaskan bahwa pengawasan bukan penghambat inovasi, tetapi pengelolaan risiko secara proporsional untuk memastikan ekosistem digital tetap sehat.
Penanganan Konten Ilegal
Dalam praktiknya, penanganan konten ilegal menjadi indikator efektivitas pengawasan. Sepanjang periode laporan, Komdigi mencatat 2.604.559 penanganan konten perjudian daring lintas kanal.
Meskipun mayoritas berasal dari situs web, distribusi konten mulai meluas ke layanan file sharing dan media sosial, menunjukkan adaptasi pola pelanggaran digital.
Konten pornografi juga menjadi fokus, dengan 656.774 penanganan sepanjang periode laporan. Kemunculan konten di platform populer yang banyak diakses remaja menekankan urgensi perlindungan anak dan pengawasan berbasis risiko.
Partisipasi publik juga menjadi elemen penting. Laman Aduan Konten mencatat 350.270 laporan dari masyarakat, sementara Aduan Instansi menerima 559.949 laporan dari lembaga penegak hukum dan institusi keuangan. Lonjakan trafik internet nasional semakin menambah kompleksitas pengawasan.
Data Wasdigi menunjukkan akumulasi trafik dari empat operator seluler terbesar meningkat dari 50,69 juta TB pada 2024 menjadi 55,95 juta TB pada 2025.
Proyeksi pertumbuhan trafik internet periode 2025-2030 diperkirakan 10,1 persen per tahun, yang berarti beban pengawasan akan terus meningkat secara berkelanjutan. Alexander menekankan, tanpa keterlibatan aktif platform dan masyarakat, beban pengendalian konten ilegal akan terus bertumpu pada pemerintah.
Partisipasi Publik dan Kolaborasi Lintas Sektor
Penguatan pengawasan ruang digital diarahkan pada pendekatan menyeluruh yang mencakup penindakan berbasis data, tata kelola platform yang akuntabel, perlindungan kelompok rentan melalui PP Tunas, serta kolaborasi lintas sektor.
Tantangan utama bukan sekadar menurunkan jumlah konten bermasalah, tetapi memastikan sistem pengawasan mampu mengikuti laju pertumbuhan ruang digital dan kompleksitas risikonya.
Pemerintah hadir sebagai regulator, namun keberhasilan ekosistem digital yang aman dan berkelanjutan sangat bergantung pada keterlibatan aktif platform dan masyarakat.
Pendekatan ini memungkinkan ruang digital Indonesia tetap inovatif, aman, dan inklusif bagi seluruh pengguna, sekaligus memastikan perlindungan bagi kelompok rentan tanpa menghambat ekspresi atau perkembangan teknologi.